
Fatimah Az-Zahra, putri terkasih Nabi Muhammad SAW, merupakan figur wanita yang sangat dihormati dalam sejarah Islam. Lahir di Makkah Al-Mukarramah, Fatimah tumbuh menjadi teladan kesalehan dan kebajikan bagi umat Muslim. Dikenal dengan julukan Az-Zahra yang berarti "yang bersinar", kehidupannya penuh dengan pelajaran berharga tentang keimanan, kesabaran, dan pengabdian.
Artikel ini akan membahas berbagai aspek kehidupan Fatimah Az-Zahra, mulai dari kelahiran dan masa kecilnya hingga pernikahannya dengan Ali bin Abi Thalib. Kita juga akan melihat hubungan istimewanya dengan Rasulullah SAW, sifat dan kepribadiannya yang mulia, serta keturunannya yang melanjutkan garis keluarga Ahlul Bait. Selain itu, kita akan membahas keutamaan dan keistimewaan Fatimah Az-Zahra, serta peristiwa wafatnya yang memiliki makna mendalam bagi umat Islam.
Kelahiran dan Masa Kecil Fatimah Az-Zahra
Tanggal dan Tempat Kelahiran
Fatimah Az-Zahra, putri bungsu Nabi Muhammad SAW dan Khadijah binti Khuwaylid, lahir di Makkah Al-Mukarramah pada hari Jumat, 20 Jumadil Akhir. Kelahirannya terjadi sekitar lima tahun sebelum Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama. Peristiwa kelahiran Fatimah bertepatan dengan momen penting dalam sejarah Islam, yaitu ketika Rasulullah SAW ditunjuk sebagai penengah dalam perselisihan antar suku Quraisy mengenai peletakan kembali Hajar Aswad setelah Ka'bah diperbaharui.
Arti Nama Fatimah
Rasulullah SAW memberi nama Fatimah kepada putrinya dengan makna yang dalam. Nama ini berasal dari kata Arab "fatama" yang berarti bergantung atau ditentukan. Secara lebih luas, Fatimah dapat diartikan sebagai "anak perempuan yang mulia" atau "putri yang disayangi". Selain itu, Rasulullah SAW juga menjelaskan bahwa ia memberi nama Fatimah karena Allah telah mengharamkan baginya neraka.
Fatimah juga dikenal dengan beberapa gelar yang menggambarkan keistimewaannya:
Az-Zahra: Berarti "yang bersinar", menunjukkan Fatimah sebagai bunga yang indah dengan sebaik-baik ciptaan.
Al-Batul: Gelar ini diberikan karena ibadahnya yang tak pernah putus, baik dalam perbuatan maupun perkataan.
Ummu Abiha: Artinya "ibu dari ayahnya", mencerminkan kasih sayang dan kelembutan yang tercurah dari dirinya kepada ayahnya, Nabi Muhammad SAW.
Keluarga Fatimah
Fatimah Az-Zahra tumbuh dalam lingkungan keluarga yang mulia. Ia merupakan keturunan dari Bani Hasyim dan suku Quraisy. Fatimah adalah anak perempuan keempat dari pernikahan Nabi Muhammad SAW dengan Khadijah binti Khuwailid. Ia memiliki tiga kakak perempuan: Zainab, Ruqayyah, dan Ummu Kultsum.
Selain saudara perempuan, Fatimah juga memiliki dua saudara laki-laki sekandung, Qasim dan Ibrahim, yang sayangnya meninggal ketika masih kecil. Fatimah juga memiliki seorang saudara angkat bernama Zaid bin Haritsah, yang diadopsi oleh ayahnya dan kelak menjadi Hawariyyun Nabi Muhammad SAW.
Masa kecil Fatimah diwarnai dengan berbagai peristiwa penting. Pada usia lima tahun, ia menyaksikan peristiwa besar yang menimpa ayahnya, yaitu turunnya wahyu dan tugas berat yang diemban sebagai Rasul. Fatimah juga mengalami cobaan berat dengan meninggalnya ibunya, Khadijah, yang membuatnya sangat bersedih.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, Fatimah tumbuh menjadi sosok yang istimewa. Ia dikenal sebagai anak yang paling mirip dengan Rasulullah SAW, baik dalam penampilan maupun perilaku. Kedekatan Fatimah dengan ayahnya sangat istimewa, bahkan Rasulullah SAW selalu mengutamakan untuk menemui Fatimah terlebih dahulu sebelum istri-istrinya ketika pulang dari bepergian.
Kelahiran dan masa kecil Fatimah Az-Zahra mencerminkan keberhasilan Nabi Muhammad SAW dalam mendidik anak, menciptakan generasi yang penyabar dan berakhlak mulia. Kehidupan Fatimah menjadi teladan bagi umat Muslim, khususnya kaum wanita, dalam menjalani kehidupan dengan penuh kebajikan, kesabaran, dan dedikasi terhadap ajaran agama.
Sifat dan Kepribadian Fatimah Az-Zahra
Fatimah Az-Zahra, putri tercinta Nabi Muhammad SAW, memiliki kepribadian yang luar biasa dan sifat-sifat mulia yang menjadikannya teladan bagi umat Islam di seluruh dunia. Ia dikenal sebagai sosok wanita yang berwatak lembut, namun juga kuat dan tegar dalam menghadapi berbagai cobaan hidup.
Akhlak Mulia Fatimah
Fatimah Az-Zahra terkenal dengan akhlaknya yang menawan dan lisannya yang terjaga. Ia selalu berkata jujur dan menjaga harga dirinya dengan baik. Kemuliaan akhlaknya tercermin dalam setiap aspek kehidupannya, baik sebagai putri, istri, maupun ibu.
Salah satu keistimewaan Fatimah yang tidak dimiliki wanita lain adalah ia tidak pernah haid dan nifas, sehingga tidak pernah meninggalkan shalat. Hal ini menunjukkan kesucian dan ketaatannya yang luar biasa kepada Allah SWT.
Rasulullah SAW sendiri sangat mencintai putrinya ini. Beliau pernah bersabda, "Barang siapa yang membuat Fatimah murka, maka ia membuat aku murka. Dan barang siapa yang membuatnya ridha, sesungguhnya aku ridha padanya". Ini menunjukkan betapa tingginya kedudukan Fatimah di mata Rasulullah SAW.
Kecerdasan dan Ketaatan Fatimah
Fatimah Az-Zahra terlahir dengan kecerdasan yang mengesankan. Ia mampu memahami dan mengamalkan ajaran Islam dengan baik. Ketaatannya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya tercermin dalam setiap tindakannya.
Sebagai seorang istri, Fatimah menunjukkan ketaatan dan kepatuhan kepada suaminya, Ali bin Abi Thalib. Ia rela hidup sederhana dan tidak pernah menuntut lebih dari apa yang diberikan suaminya. Bahkan, ia menerima dengan ikhlas ketika menikah dengan Ali bin Abi Thalib dengan mahar seharga baju perang atas perintah Rasulullah SAW.
Fatimah juga dikenal sebagai seorang ibu teladan yang bertanggung jawab dalam mendidik anak-anaknya. Ia mengajarkan nilai-nilai Islam dan akhlak mulia kepada keturunannya, yang kelak menjadi tokoh-tokoh penting dalam sejarah Islam.
Kesabaran dan Ketabahan Fatimah
Salah satu sifat yang paling menonjol dari Fatimah Az-Zahra adalah kesabarannya yang luar biasa. Ia mampu menghadapi berbagai cobaan hidup dengan tabah dan tegar. Ketika ibunya, Khadijah Al-Kubra, meninggal dunia, Fatimah mampu menyembunyikan kesedihannya dan tetap tegar.
Dalam kehidupan rumah tangganya, Fatimah menunjukkan kesabaran yang luar biasa. Meskipun hidup dalam kondisi ekonomi yang sulit, ia tidak pernah mendesak suaminya untuk memberi nafkah lebih. Sesulit apapun kondisinya, Fatimah selalu menunjukkan ketabahan dan kesabaran.
Kesabaran Fatimah juga tercermin dalam sikapnya terhadap berbagai ujian hidup. Ia selalu bersyukur atas apa yang dimilikinya dan tidak pernah mengeluh. Sikap ini menjadikannya teladan bagi umat Islam, khususnya kaum wanita, dalam menghadapi berbagai tantangan hidup.
Fatimah Az-Zahra merupakan contoh nyata keberhasilan Nabi Muhammad SAW dalam mendidik anak, menciptakan generasi yang penyabar dan berakhlak mulia. Sifat dan kepribadiannya yang luar biasa ini menjadikannya sosok yang sangat dihormati dan dicintai oleh umat Islam di seluruh dunia.
Hubungan Fatimah dengan Rasulullah SAW
Kasih Sayang Rasulullah kepada Fatimah
Hubungan antara Rasulullah SAW dan putrinya, Fatimah Az-Zahra, sangat istimewa dan penuh kasih sayang. Rasulullah SAW menunjukkan cinta dan kasih sayangnya kepada Fatimah dengan cara yang luar biasa. Ketika Fatimah menghampiri atau memasuki ruangan, Nabi segera berdiri menyambutnya dan memperlihatkan kelembutan terhadapnya secara terbuka. Perilaku ini mengejutkan orang-orang Madinah dan Mekkah, yang tidak terbiasa melihat perlakuan semacam itu terhadap anak perempuan.
Rasulullah SAW sering mencium putrinya dan duduk di sisinya, tanpa memedulikan komentar atau kritik orang lain. Beliau bahkan menyatakan bahwa Fatimah merupakan bagian dari tubuhnya, dan barangsiapa menyebabkan Fatimah marah berarti telah menyebabkan Rasulullah SAW marah. Hal ini menunjukkan betapa dekatnya hubungan mereka dan betapa berharganya Fatimah di mata ayahnya.
Fatimah sebagai Penyejuk Hati Rasulullah
Fatimah Az-Zahra menjadi penyejuk hati dan pendukung utama dalam dakwah Rasulullah SAW. Ia tumbuh menjadi perempuan yang kuat, tegar, dan penuh kesabaran, serta sangat menjaga harga dirinya. Fatimah memperoleh cinta dan ajaran-ajaran tentang keimanan dan kelembutan dari ayahnya, yang kemudian ia tebarkan kepada orang lain dengan membantu fakir miskin.
Suatu malam, Rasulullah SAW mengetuk pintu rumah Fatimah dan Ali. Beliau masuk dan duduk di samping tempat tidur mereka, menunjukkan perhatian yang besar terhadap kebutuhan putrinya. Pada kesempatan ini, Nabi mengajarkan sebuah doa khusus kepada Fatimah, yang kemudian diriwayatkan dan dipraktikkan oleh umat Muslim dalam keseharian mereka.
Peran Fatimah dalam Dakwah Rasulullah
Fatimah Az-Zahra memiliki peran penting dalam mendukung dakwah Rasulullah SAW. Ia tidak hanya menjadi putri yang taat, tetapi juga aktif dalam membantu perjuangan Islam. Fatimah termasuk seorang mujahidah yang turun ke medan perang, termasuk dalam Perang Uhud. Ia membantu kaum Muslimin dengan menyediakan air minum, mempersiapkan urusan logistik, dan memberikan pengobatan bagi mereka yang terluka.
Dalam sebuah riwayat, ketika menemukan Rasulullah SAW terluka dalam peperangan, Fatimah memeluknya dan membersihkan luka-lukanya. Saat melihat darah yang terus mengalir, ia membakar potongan tikar dan membubuhkannya pada luka Rasulullah hingga melekat dan menghentikan pendarahan.
Selain itu, Fatimah juga berperan dalam meriwayatkan hadis dari ayahnya. Ia telah meriwayatkan 18 hadis, dengan satu hadis yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim dalam riwayat Aisyah. Hadis-hadis dari Fatimah juga diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Abu Dawud.
Fatimah Az-Zahra tidak hanya menjadi putri yang dicintai, tetapi juga teladan bagi umat Muslim. Ia mewarisi ilmu dan ketakwaan Nabi Muhammad SAW, serta berperan sebagai aktivis perempuan yang membimbing perempuan lain di masanya untuk bangkit dan berdaya. Meskipun usianya tidak panjang, Fatimah memberikan pengaruh luar biasa bagi umat manusia dan menjadi simbol perlawanan terhadap sistem jahiliah yang zalim.
Pernikahan Fatimah Az-Zahra
Proses Peminangan Fatimah
Fatimah Az-Zahra, putri tercinta Nabi Muhammad SAW, menjadi idaman banyak sahabat Nabi. Beberapa sahabat terkemuka seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, dan Abdurrahman bin Auf pernah melamar Fatimah. Namun, semua lamaran tersebut ditolak oleh Rasulullah SAW. Hal ini membuat Ali bin Abi Thalib, yang telah lama menyimpan perasaan untuk Fatimah, merasa ragu untuk mengungkapkan niatnya.
Akhirnya, Ali memberanikan diri untuk menemui Rasulullah SAW dan menyampaikan keinginannya untuk melamar Fatimah. Dengan suara bergetar, Ali mengutarakan maksudnya kepada Nabi. Rasulullah SAW tidak terkejut mendengar pernyataan Ali, karena beliau mengetahui perasaan Ali terhadap putrinya.
Pernikahan dengan Ali bin Abi Thalib
Setelah mendapat persetujuan dari Fatimah, Rasulullah SAW menanyakan kepada Ali tentang mahar yang akan diberikan. Ali dengan jujur menjawab bahwa ia hanya memiliki sebuah baju besi, sebilah pedang, dan seekor unta. Rasulullah SAW menerima baju besi Ali sebagai mahar dan menyarankan untuk menjualnya.
Ali menjual baju besinya seharga 400 dirham dan menyerahkan uang tersebut kepada Rasulullah SAW sebagai mahar. Nabi membagi uang tersebut menjadi tiga bagian: untuk kebutuhan rumah tangga, wewangian, dan biaya jamuan pernikahan.
Pernikahan Ali bin Abi Thalib dengan Fatimah Az-Zahra berlangsung pada bulan Dzulhijjah tahun kedua Hijriyah. Rasulullah SAW menikahkan putrinya dengan membacakan ijab kabul, "Wahai Ali, sesungguhnya Allah telah memerintahkan aku menikahimu dengan Fatimah. Sungguh, aku telah menikahkanmu dengannya dengan mas kawin 400 dirham."
Kehidupan Rumah Tangga Fatimah
Kehidupan rumah tangga Ali dan Fatimah sangat sederhana. Mereka tinggal di rumah yang lantainya ditaburi pasir halus, dengan perabotan yang terbatas. Meskipun hidup dalam kesederhanaan, pasangan ini selalu bahagia dan tidak pernah mengalami ketegangan.
Fatimah mengurus seluruh pekerjaan rumah tangga sendiri, termasuk menggiling gandum dan mengambil air. Melihat putrinya bekerja keras, Rasulullah SAW sering merasa terharu. Suatu hari, ketika Fatimah meminta bantuan pembantu kepada ayahnya, Rasulullah SAW justru mengajarkan doa khusus sebagai pengganti pembantu.
Ali dan Fatimah saling membantu dalam pekerjaan rumah tangga. Mereka menjalani hidup dengan penuh kesabaran dan ketabahan, meskipun menghadapi berbagai kesulitan ekonomi. Pernikahan mereka dikaruniai empat anak: Hasan, Husein, Zainab, dan Ummu Kultsum.
Keturunan Fatimah Az-Zahra
Anak-anak Fatimah
Dari pernikahannya dengan Ali bin Abi Thalib, Fatimah Az-Zahra dikaruniai empat orang anak, terdiri dari dua putra dan dua putri. Putra-putranya adalah Hasan dan Husain, sementara putri-putrinya bernama Zainab dan Ummu Kultsum. Hasan dan Husain sangat disayangi oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi Waalihi Wassalam. Sebenarnya, ada satu lagi anak Fatimah Az-Zahra bernama Muhsin, namun ia meninggal dunia ketika masih kecil.
Keturunan Fatimah Az-Zahra memiliki keistimewaan tersendiri. Rasulullah SAW bersabda, "Semua anak dari perempuan bernasab kepada ayah mereka, kecuali yang dilahirkan Fatimah. Akulah ayah mereka". Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak Fatimah dan keturunannya disebut anak-anak Nabi Muhammad dan mereka bernasab kepada Rasulullah SAW secara benar dan bermanfaat di dunia dan akhirat.
Peran Fatimah sebagai Ibu
Fatimah Az-Zahra bukan hanya manifestasi kelembutan dan kasih sayang seorang istri, tetapi juga seorang ibu yang penuh kasih. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Fatimah adalah seorang yang haniyah, yaitu perempuan yang sangat mengasihi dan menyayangi dengan lembut terhadap suami dan anak-anaknya. Ia juga mewasiatkan kepada Ali agar senantiasa lembut dan baik terhadap anak-anaknya.
Beberapa cara Fatimah mendidik anak-anaknya:
Memberikan cinta dan kasih sayang sebagai pelajaran paling penting.
Menumbuhkan kepribadian agar anak menjadi manusia berkualitas.
Menanamkan iman dan takwa sejak usia dini.
Mengajarkan untuk mematuhi aturan dan memperhatikan hak-hak orang lain.
Mendorong anak-anak untuk berolahraga dan bermain .
Fatimah juga aktif dalam masyarakat di bidang dakwah dan pendidikan. Ia senantiasa menjawab pertanyaan dari para wanita kota Madinah tentang hukum Islam, menunjukkan perannya sebagai pendidik tidak hanya bagi anak-anaknya tetapi juga bagi masyarakat luas.
Keistimewaan Keturunan Fatimah
Keturunan Fatimah Az-Zahra memiliki keistimewaan khusus dalam Islam. Mereka dikenal sebagai Ahlul Bait, yang merupakan keluarga Rasulullah SAW. Dari pernikahan Fatimah dan Sayyidina Ali radhiyallahu 'anhu lahir Al-Hasan dan Husein, yang menjadi cucu Baginda Rasulullah.
Dari Al-Hasan dan Husein lahirlah anak keturunan Nabi yang saat ini kita kenal dengan julukan Habaib (untuk jamak), Habib, Sayyid, Syed, Syarifah, Sayyidah (untuk perempuan). Orang yang memiliki pertalian darah dengan Nabi Muhammad shollallahu 'alaihi wasallam ini dikenal dengan istilah Alawiyin.
Keistimewaan lain dari keturunan Fatimah adalah klaim keturunan yang diberikan oleh Dinasti Fatimiyah. Pendiri dinasti ini adalah Abdullah bin Mahdi yang merupakan cucu dari Imam Syiah yang ketujuh, Ismail bin Ja'far al-Sadiq. Dari keturunannyalah, Ahlul bait Nabi Muhammad berlanjut.
Rasulullah SAW juga bersabda, "Sesungguhnya Allah menjadikan keturunan semua Nabi pada sulbinya, dan Allah menjadikan keturunanku pada sulbi Ali bin Abi Thalib (suami Sayyidah Fatimah)". Hal ini semakin menegaskan keistimewaan keturunan Fatimah Az-Zahra dalam sejarah Islam.
Keutamaan dan Keistimewaan Fatimah Az-Zahra
Fatimah Az-Zahra, putri bungsu Nabi Muhammad SAW dan Siti Khadijah, memiliki banyak keutamaan dan keistimewaan yang membuatnya menjadi sosok teladan bagi umat Islam, khususnya kaum wanita. Ia lahir lima tahun sebelum Rasulullah SAW menerima wahyu pertama. Kepribadian dan perilakunya yang mulia menjadikannya sebagai contoh ideal bagi para istri dan ibu.
Gelar-gelar Fatimah
Fatimah Az-Zahra dianugerahi berbagai gelar yang mencerminkan kemuliaan dan keistimewaannya. Beberapa gelar yang disematkan kepadanya antara lain:
Az-Zahra: Artinya "yang bersinar", menggambarkan wajahnya yang berseri-seri dan bercahaya seperti bunga.
As-Shiddiqah: Berarti "perempuan terpercaya", karena Fatimah selalu berkata jujur dan benar.
Al-Mubarakah: Artinya "yang diberkahi Allah Ta'ala", menunjukkan keberkahan yang ada pada dirinya sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW.
At-Tahirah: Berarti "perempuan suci", karena Allah SWT telah menyucikannya dari segala jenis najis dan kotoran.
Al-Bathuul: Artinya "memusatkan perhatiannya kepada ibadah", menggambarkan ketaatannya yang luar biasa kepada Allah SWT.
Al-Mardhiyyah: Berarti "diridhai", karena Fatimah selalu berusaha mendapatkan ridha Allah dalam setiap perbuatannya.
Selain gelar-gelar tersebut, Fatimah juga dikenal dengan julukan Ummu Abiha, yang berarti "ibu ayahnya", mencerminkan kasih sayang dan perhatiannya yang besar kepada Rasulullah SAW.
Jaminan Surga untuk Fatimah
Keistimewaan Fatimah Az-Zahra juga tercermin dari jaminan surga yang diberikan kepadanya. Rasulullah SAW bersabda bahwa Fatimah akan menjadi penghulu wanita di surga bersama dengan Khadijah, Asiyah, dan Maryam. Hal ini menunjukkan kedudukan yang sangat tinggi dan mulia bagi Fatimah di sisi Allah SWT.
Dalam sebuah riwayat, disebutkan bahwa Fatimah pernah merasa sedih ketika mendengar tentang seorang wanita bernama Mutiah yang dijanjikan surga oleh Rasulullah SAW. Namun, Rasulullah segera menghiburnya dan menegaskan bahwa Fatimah akan selalu bersamanya di surga. Ini menjadi bukti kasih sayang Rasulullah SAW kepada putrinya dan jaminan surga yang telah ditetapkan untuknya.
Mukjizat yang Dimiliki Fatimah
Salah satu keistimewaan Fatimah Az-Zahra adalah mukjizat yang dimilikinya. Disebutkan bahwa Fatimah tidak pernah mengalami haid dan nifas sepanjang hidupnya. Hal ini memungkinkannya untuk senantiasa beribadah kepada Allah SWT tanpa terputus.
Keistimewaan lainnya adalah kesabaran dan ketabahan Fatimah yang luar biasa dalam menghadapi berbagai cobaan hidup. Ia mampu bertahan dalam kondisi ekonomi yang sulit bersama suaminya, Ali bin Abi Thalib, tanpa pernah mengeluh. Kesabarannya ini menjadi teladan bagi umat Islam dalam menghadapi ujian hidup.
Fatimah Az-Zahra juga dikenal sebagai wanita yang sederhana dan bersahaja. Ia tidak pernah mementingkan kecantikan atau kemewahan, melainkan lebih mengutamakan keridhaan Allah SWT. Sikap qana'ah (merasa cukup) yang dimilikinya menjadi contoh bagi anak-anaknya dan generasi Muslim setelahnya.
Keistimewaan-keistimewaan ini menjadikan Fatimah Az-Zahra sebagai sosok yang sangat dihormati dan dicintai dalam sejarah Islam. Keteladanannya dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari ibadah, akhlak, hingga perannya sebagai istri dan ibu, menjadi inspirasi bagi umat Muslim, khususnya kaum wanita, untuk menjalani kehidupan yang bermartabat di hadapan Allah SWT.
Wafatnya Fatimah Az-Zahra
Kesedihan Fatimah Pasca Wafatnya Rasulullah
Setelah wafatnya Rasulullah SAW, Fatimah Az-Zahra mengalami kesedihan yang mendalam. Ia merasa bahwa hari-harinya di dunia hanya tinggal sebentar. Menurut riwayat hadits, Fatimah RA adalah anggota keluarga pertama Rasulullah SAW yang meninggal setelah beliau sendiri. Aisyah RA menyatakan bahwa Fatimah wafat enam bulan setelah wafatnya Rasulullah.
Kesedihan Fatimah begitu dalam sehingga ia tidak pernah lagi tertawa setelah kepergian ayahnya. Kondisi kesehatannya semakin menurun karena selalu dirundung kesedihan dan kerinduan kepada Rasulullah SAW. Selain itu, Fatimah juga merasa sedih karena melihat umat Islam yang semakin lama semakin melenceng dari agama.
Wasiat Terakhir Fatimah
Menjelang wafatnya, Fatimah Az-Zahra menderita sakit keras. Ia mengadu kepada Asma' binti Amis, pelayannya, tentang sakit yang menjangkiti tubuhnya. Fatimah kemudian meminta Asma' untuk menyiapkan air untuk mandi dan pakaian baru untuknya.
Dalam keadaan sakitnya, Fatimah Az-Zahra memanggil suaminya, Ali bin Abi Thalib RA, untuk menyampaikan wasiat terakhirnya. Ia berkata, "Wahai anak pamanku, aku telah memberi tahu diriku sendiri, dan aku tidak melihat kondisiku sekarang ini kecuali aku pasti akan menyusul ayahku sebentar lagi. Aku akan wasiatkan kepadamu beberapa hal yang selama ini tersimpan dalam hatiku."
Tiga hal yang diwasiatkan Fatimah Az-Zahra menjelang kematiannya adalah:
Ia ingin suaminya kelak menikah dengan Umamah binti Abul Ash ibn Rabi' yang merupakan putri kakaknya, Zainab.
Saat meninggal, ia ingin ditutup dengan keranda karena rasa malunya yang besar jika tubuhnya dilihat oleh orang lain.
Ia meminta dimakamkan di malam hari di Baqi' dengan alasan yang sama, yakni malu.
Proses Pemakaman Fatimah
Fatimah Az-Zahra wafat pada malam Selasa bulan Ramadan tahun 11 Hijriah. Ia meninggal dunia pada usia 29 tahun. Sesuai dengan wasiatnya, Ali bin Abi Thalib RA mengurus jenazah Fatimah Az-Zahra dan menguburkannya.
Proses pemakaman Fatimah Az-Zahra dilakukan sesuai dengan wasiatnya. Asma' binti Umais membuat keranda sebagaimana yang dikehendaki Fatimah. Jenazah Fatimah dimandikan oleh Asma' sesuai dengan wasiatnya. Kemudian, jenazahnya dishalatkan dan dimakamkan di Baqi' pada malam hari.
Saat di liang lahat, Ali bin Abi Thalib menangis terisak-isak. Ia teringat pesan Rasulullah SAW yang mengatakan bahwa beliau akan menjadi yang pertama menerima jasad Fatimah di liang lahat. Ali berkata, "Demi Allah, wahai Hasan putraku, aku melihat tangan kakekmu Rasulullah SAW menerima jasad ibumu, Fatimah. Aku melihat kakekmu, Rasulullah SAW menciumi wajah ibumu, Fatimah."
Setelah pemakaman, Ali bin Abi Thalib berdiri di samping kubur Fatimah dan berkata, "Dua kekasih yang berkumpul, pasti akan berpisah. Dan semua selain kematian, adalah sedikit. Kehilangan terhadap seorang demi seorang, suatu bukti bahwa kekasih itu tiada abadi."
Kesimpulan
Fatimah Az-Zahra, putri tercinta Nabi Muhammad SAW, memiliki pengaruh yang mendalam pada sejarah dan ajaran Islam. Kehidupannya yang penuh teladan menjadi sumber inspirasi bagi umat Muslim, terutama kaum wanita. Kisah Fatimah mengajarkan kita tentang pentingnya kesabaran, ketaatan, dan pengabdian dalam menghadapi berbagai tantangan hidup.
Warisan Fatimah Az-Zahra terus hidup melalui keturunannya dan ajaran-ajaran yang ia teladankan. Keutamaan dan keistimewaannya menjadi bukti nyata keberhasilan Nabi Muhammad SAW dalam mendidik generasi yang saleh dan berakhlak mulia. Kisah hidup Fatimah Az-Zahra akan terus menjadi cahaya yang menerangi jalan umat Islam dalam menjalani kehidupan yang sesuai dengan ajaran agama.
FAQS
Siapa itu Fatimah Az-Zahra? Fatimah Az-Zahra adalah putri tercinta Nabi Muhammad SAW. Ia dikenal sebagai teladan bagi umat Islam, terutama kaum wanita, karena akhlak mulia dan pengabdiannya kepada Allah SWT dan keluarganya.
Mengapa Fatimah Az-Zahra disebut sebagai "Umm Abiha"? Fatimah Az-Zahra mendapat julukan "Umm Abiha" yang berarti "ibu dari ayahnya" karena ia sangat merawat dan memperlakukan ayahnya, Nabi Muhammad SAW, dengan cara terbaik. Ia selalu mengutamakan kebutuhan ayahnya di atas kebutuhannya sendiri.
Apa contoh kedermawanan Fatimah Az-Zahra? Fatimah Az-Zahra terkenal dengan kedermawanannya. Pada malam pernikahannya, ia bahkan menyumbangkan gaun pengantinnya kepada seorang wanita yang membutuhkan. Selain itu, ia dan keluarganya sering memberikan makanan mereka kepada orang-orang yang membutuhkan, meskipun mereka sendiri harus kelaparan.
Apa peran penting Fatimah Az-Zahra dalam sejarah Islam? Fatimah Az-Zahra adalah ibu dari sebelas Imam yang suci. Perannya sebagai ibu menjadi penghubung antara kenabian dan imamah. Tanpa Fatimah, tidak akan ada hubungan antara kenabian dan imamah dalam sejarah Islam.
Bagaimana sikap Fatimah Az-Zahra terhadap ketidakadilan? Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, hak waris Fatimah Az-Zahra diambil. Menanggapi hal ini, Fatimah menyampaikan khotbah terkenal yang mengecam ketidakadilan tersebut. Sikapnya ini mengajarkan pentingnya menegakkan keadilan dalam masyarakat.
Apa pelajaran yang dapat diambil dari kehidupan Fatimah Az-Zahra? Kehidupan Fatimah Az-Zahra mengajarkan kita tentang pentingnya kesabaran, ketaatan kepada Allah SWT, pengabdian kepada keluarga, dan menjaga keadilan. Ia juga mengingatkan kita untuk menghargai peran ibu dalam keluarga dan masyarakat.
Bagaimana Fatimah Az-Zahra memperlakukan orang-orang yang membutuhkan? Fatimah Az-Zahra selalu mengutamakan kebutuhan orang lain di atas kebutuhannya sendiri. Ia dan keluarganya sering memberikan makanan mereka kepada orang-orang yang membutuhkan, meskipun mereka sendiri harus kelaparan.
Apa yang membuat Fatimah Az-Zahra istimewa di mata Nabi Muhammad SAW? Nabi Muhammad SAW sangat menyayangi Fatimah Az-Zahra karena akhlaknya yang mulia dan pengabdiannya yang luar biasa. Beliau bahkan menyebutnya sebagai "Umm Abiha" atau "ibu dari ayahnya" karena perhatian dan perawatan yang diberikan Fatimah kepada beliau.
Bagaimana Fatimah Az-Zahra mengajarkan tentang pentingnya keadilan? Ketika hak warisnya diambil setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, Fatimah Az-Zahra tidak tinggal diam. Ia menyampaikan khotbah yang mengecam ketidakadilan tersebut, menunjukkan bahwa menegakkan keadilan adalah hal yang kritis dan tidak boleh diabaikan.
Apa pesan Fatimah Az-Zahra untuk umat Islam? Fatimah Az-Zahra mengajarkan pentingnya mengutamakan kebutuhan orang lain, menjaga keadilan, dan berdoa untuk kesejahteraan umat Islam. Ia juga mencontohkan bagaimana menjadi seorang anak, istri, dan ibu yang saleh serta pengabdian yang tulus kepada Allah SWT.