
Rohana Kudus, seorang tokoh penting dalam sejarah jurnalisme Indonesia, memiliki pengaruh yang besar pada perkembangan pers dan emansipasi wanita di awal abad ke-20. Lahir di Koto Gadang, Sumatera Barat, dia menjadi wartawan perempuan pertama di negeri ini. Rohana tidak hanya menulis berita, tapi juga menggunakan penanya untuk mengkritik ketidakadilan sosial dan mendorong pemberdayaan perempuan di masyarakat Minangkabau yang saat itu masih sangat tradisional.
Artikel ini akan membahas perjalanan hidup Rohana Kudus, mulai dari latar belakang keluarganya hingga pendidikan informalnya yang membentuk karakternya. Kita akan menelusuri awal kariernya sebagai jurnalis dan perannya sebagai aktivis yang gigih memperjuangkan hak-hak perempuan. Selain itu, kita juga akan mengulas kontribusinya dalam dunia pers berbahasa Melayu dan perjuangannya sebagai pejuang kemerdekaan yang kemudian diakui sebagai pahlawan nasional Indonesia.
Latar Belakang Keluarga Rohana Kudus
Kelahiran dan Orang Tua
Rohana Kudus lahir pada 20 Desember 1884 di Koto Gadang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Ia terlahir dengan nama asli Siti Roehana sebelum menikah dengan Abdul Kuddus. Ayahnya, Moehammad Rasjad Maharadja Sutan, bekerja sebagai Hoofd Djaksa (Kepala Jaksa) di pemerintah Hindia Belanda, sementara ibunya bernama Kiam. Keluarga Rohana memiliki hubungan dengan tokoh-tokoh penting dalam sejarah Indonesia. Ia bersaudara dengan Sutan Syahrir, perdana menteri pertama Republik Indonesia, dan merupakan bibi dari penyair ternama Chairil Anwar.
Lingkungan Keluarga yang Mendukung Pendidikan
Rohana tumbuh dalam keluarga moderat yang gemar membaca. Kondisi ekonomi ayahnya yang cukup baik dan sikapnya yang suka membaca memberikan pengaruh besar bagi perkembangan intelektual Rohana. Sejak kecil, ia memiliki akses terhadap berbagai bahan bacaan seperti buku, majalah, dan surat kabar yang dibeli ayahnya. Kegemaran membaca sang ayah ditularkan kepada Rohana, yang kemudian menjadi fondasi penting bagi perkembangan pengetahuannya.
Meskipun tidak mengenyam pendidikan formal, Rohana mendapat bimbingan intensif dari ayahnya. Pada usia lima tahun, ia sudah mengenal abjad Latin, Arab, dan Arab Melayu berkat didikan sang ayah. Ketika Rohana berusia enam tahun, ayahnya pindah tugas ke Alahan Panjang sebagai juru tulis. Di sana, ia bertetangga dengan Jaksa Alahan Panjang Lebi Jaro Nan Sutan dan istrinya, Adiesa, yang menganggap Rohana sebagai anak mereka sendiri karena tidak memiliki anak.
Pasangan Sutan dan Adiesa berperan penting dalam pendidikan informal Rohana. Mereka mengajarinya membaca, menulis, dan berhitung. Setelah dua tahun belajar dengan Adiesa, Rohana sudah mahir menulis dalam huruf Arab, Arab Melayu, dan Latin. Bahkan di usia delapan tahun, ia sudah bisa berbahasa Belanda. Untuk memperdalam kemampuan Rohana, ayahnya berlangganan buku dongeng anak terbitan Medan, Berita Ketjil, dan terkadang membelikan buku cerita terbitan Singapura atau mendapatkan buku anak dari rekan-rekan Belandanya.
Pendidikan Informal Rohana Kudus
Belajar Otodidak
Rohana Kudus merupakan sosok yang luar biasa dalam sejarah pendidikan Indonesia. Meskipun tidak pernah mengenyam pendidikan formal, ia berhasil menjadi seorang pejuang pendidikan yang gigih. Sejak kecil, Rohana memiliki semangat belajar yang tinggi dan rajin membaca. Setiap hari, ia membaca dengan suara lantang, terkadang sampai melengking saking asyiknya. Buku-buku yang ada di rumahnya habis dibacanya, dan berkat ketekunannya ini, ia segera memahami berbagai hal.
Ketika tinggal di Talu, Rohana tetap rajin membaca dan belajar sendiri. Ayahnya mendukung kegemaran putrinya dengan berlangganan surat kabar untuk anak-anak terbitan Medan yang berjudul 'Berita Kecil'. Meski baru berusia 8 tahun dan belum memiliki banyak teman, Rohana menghabiskan waktunya dengan membaca dan menulis sambil mengasuh kedua adiknya, Ratna dan Ruskan.
Semangat belajar Rohana tidak hanya berhenti pada dirinya sendiri. Di usia yang masih sangat muda, ia mulai mengajar teman-teman sebayanya. Setiap hari, Rohana berkumpul di teras rumahnya dengan anak-anak lain, baik laki-laki maupun perempuan, untuk mengajarkan mereka membaca. Kegiatan ini berlangsung selama empat tahun di Talu, di mana Rohana dengan sukarela dan senang hati berbagi ilmu yang dimilikinya.
Peran Ayah dalam Pendidikan Rohana
Ayah Rohana, Muhammad Rasjad Maharadja Sutan, memainkan peran yang sangat penting dalam pendidikan putrinya. Meskipun Rohana tidak bersekolah formal, ayahnya memastikan bahwa ia tetap mendapatkan pendidikan yang baik. Sejak usia 5 tahun, Rohana sudah diajari abjad Latin, Arab, dan Arab Melayu oleh ayahnya.
Kondisi ekonomi keluarga yang baik dan kecintaan ayahnya pada literatur memberikan pengaruh besar bagi perkembangan intelektual Rohana. Untuk memperluas pengetahuan putrinya, sang ayah berlangganan berbagai bahan bacaan, termasuk buku dongeng anak terbitan Medan, Berita Ketjil, dan terkadang membelikan buku cerita dari Singapura atau mendapatkan buku anak dari rekan-rekan Belandanya.
Ayah Rohana sangat mendukung kegiatan putrinya dalam mengajar teman-temannya. Dengan senang hati, ia membantu Rohana dengan membelikan perlengkapan tulis-menulis untuk kegiatan belajar bersama. Dukungan ini memungkinkan Rohana untuk terus mengembangkan dirinya dan berbagi ilmu dengan anak-anak lain di sekitarnya.
Meskipun tidak pernah merasakan bangku sekolah formal, Rohana beruntung karena ayah, ibu, dan orang-orang di sekitarnya mengajarkan kemampuan baca-tulis-hitung serta keterampilan lain seperti menjahit dan menyulam. Hal ini menjadi fondasi penting bagi Rohana dalam perjuangannya memajukan pendidikan perempuan di Indonesia.
Awal Karier Rohana Kudus
Mendirikan Sekolah Kerajinan Amai Setia
Rohana Kudus memulai kariernya dengan mendirikan Sekolah Kerajinan Amai Setia (KAS) di Koto Gadang, Sumatera Barat pada 11 Februari 1911. Sekolah ini merupakan perkumpulan pendidikan perempuan pertama di Minangkabau yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kaum perempuan melalui pendidikan dan pelatihan keterampilan. KAS tidak hanya mengajarkan membaca dan menulis, tetapi juga keterampilan praktis seperti menjahit, menyulam, dan mengelola rumah tangga.
Sekolah ini mendapat pengakuan resmi dari pemerintah Hindia Belanda pada 1915 dan berkembang menjadi pusat pengrajin yang bekerja sama dengan pemerintah Belanda dalam penjualan karya mereka di kota-kota besar dan luar negeri. KAS juga mengajarkan keterampilan mengelola keuangan, budi pekerti, pendidikan agama, dan bahasa Belanda kepada para siswanya.
Mengajar Keterampilan kepada Perempuan
Rohana tidak hanya mendirikan sekolah, tetapi juga aktif mengajar di dalamnya. Ia menghabiskan waktu dua jam sehari untuk mengajar di sekolahnya. Selain itu, Rohana juga memenuhi permintaan ayahnya untuk mengajar di sekolah cabang Dharma Putra. Pada tahun 1920, bersamaan dengan kepindahannya ke Medan, Rohana juga mengajar di sekolah Dharma Putra pusat.
Dalam pengajarannya, Rohana menekankan pentingnya keterampilan praktis bagi perempuan. Ia mengajarkan berbagai keterampilan seperti menjahit mesin, bordiran mesin, menyulam, merenda bangku, dan bertenun. Rohana percaya bahwa keterampilan ini bisa menjadi sumber penghasilan bagi perempuan jika ditekuni dengan baik.
Melalui tulisan-tulisannya di media, Rohana juga terus mengajak kaum perempuan untuk meningkatkan keterampilan mereka. Dalam sebuah artikelnya berjudul "Perhiasan Pakaian", ia membahas keterampilan perempuan Minangkabau dalam menjahit dan merangkai manik-manik, serta mendorong mereka untuk mengembangkan keahlian tersebut menjadi peluang bisnis.
Dengan mendirikan KAS dan aktif mengajar, Rohana Kudus telah membuka jalan bagi pendidikan dan pemberdayaan perempuan di Sumatera Barat. Upayanya tidak hanya berfokus pada pendidikan formal, tetapi juga pada pengembangan keterampilan praktis yang dapat meningkatkan kemandirian ekonomi perempuan.
Rohana Kudus sebagai Jurnalis Perempuan Pertama
Menerbitkan Soenting Melajoe
Rohana Kudus memulai kariernya sebagai jurnalis dengan menerbitkan Soenting Melajoe, surat kabar berbahasa Melayu yang terbit pertama kali pada 10 Juli 1912. Surat kabar ini merupakan media massa pertama untuk perempuan yang terbit di Sumatera Barat. Tujuan utama penerbitan Soenting Melajoe adalah untuk meningkatkan derajat dan kualitas kaum perempuan, serta merefleksikan gerakan sosial perempuan Minangkabau.
Pendirian Soenting Melajoe berawal dari keinginan Rohana untuk membuat surat kabar yang khusus menampung aspirasi perempuan. Ia menyampaikan idenya kepada Datuk Sutan Maharaja, pendiri surat kabar Oetoesan Melajoe di Padang. Meskipun Rohana tidak bisa pindah ke Padang karena mengajar di Kerajinan Amai Setia, ia tetap berperan aktif dengan mengirimkan tulisan-tulisan dari Koto Gadang.
Peran sebagai Pemimpin Redaksi
Sebagai pemimpin redaksi Soenting Melajoe, Rohana Kudus mengendalikan surat kabar tersebut dari Koto Gadang. Ia bekerja sama dengan Ratna Djoewita, putri Datuk Sutan Maharaja, yang mengurus redaksi di Padang. Meskipun penerbitannya dibantu oleh Datuk Sutan Maharaja, redaksi majalah sepenuhnya dipegang oleh perempuan.
Rohana tidak hanya memimpin redaksi, tetapi juga aktif menulis di setiap edisi. Ia menggunakan Soenting Melajoe sebagai wadah untuk menyuarakan ide-ide kemajuan bagi perempuan Minangkabau. Dalam artikelnya berjudul "Perhiasan Pakaian" yang terbit pada 7 Agustus 1912, Rohana membahas keterampilan perempuan Minangkabau dalam menjahit dan merangkai manik-manik, serta mendorong mereka untuk mengembangkan keahlian tersebut menjadi peluang bisnis.
Selain menulis, Rohana juga mengajak kawan-kawan dan muridnya untuk berkontribusi di Soenting Melajoe. Surat kabar ini terbit seminggu sekali dengan panjang 4 halaman dan memuat beragam tulisan. Dalam perjalanannya, Soenting Melajoe mengangkat kontributor mereka sebagai redaktur, seperti Sitti Noermah binti S.M Kajo di Padang dan Amna binti Abdul Karim di Bengkulu.
Kiprah Rohana Kudus dalam bidang jurnalistik tidak terbatas pada Soenting Melajoe. Sekembalinya ke Minangkabau pada 1924, ia diangkat menjadi redaktur di surat kabar Radio, harian yang diterbitkan Cinta Melayu di Padang. Melalui tulisan-tulisannya, Rohana terus mengajak kaum perempuan untuk maju dan berkembang.
Atas jasanya dalam dunia jurnalistik dan perjuangannya untuk emansipasi wanita, Rohana Kudus dinobatkan sebagai 'Wartawati Pertama' oleh Pemda Sumatera Barat pada 17 Agustus 1974. Puncaknya, pada 8 November 2019, Presiden Joko Widodo menetapkan Rohana Kudus sebagai pahlawan nasional, mengakui kontribusinya yang signifikan bagi kemajuan perempuan Indonesia.
Perjuangan Rohana Kudus untuk Emansipasi Perempuan
Mengangkat Isu-isu Perempuan melalui Tulisan
Rohana Kudus menggunakan kekuatan tulisannya untuk memperjuangkan hak-hak perempuan di Indonesia, khususnya di Minangkabau. Melalui surat kabar Soenting Melajoe yang ia dirikan, Rohana menyuarakan isu-isu yang jarang terangkat di media pada masa itu. Tulisan-tulisannya terkenal kritis dan progresif, membahas berbagai aspek kehidupan perempuan yang sering terabaikan.
Dalam artikelnya, Rohana sering membahas tentang kondisi perempuan yang termarjinalkan dan tidak memiliki akses terhadap pendidikan. Ia mengkritik konstruksi budaya yang bias gender dan membatasi ruang gerak perempuan hanya pada urusan domestik. Rohana percaya bahwa agama tidak pernah mengekang perempuan untuk terdidik, malah mendorong manusia untuk mengembangkan potensi akalnya.
Melalui Soenting Melajoe, Rohana juga mengajak murid-muridnya di Kerajinan Amai Setia (KAS) untuk ikut menyumbangkan pemikiran lewat tulisan. Ini merupakan langkah penting dalam memberdayakan perempuan untuk berani menyuarakan pendapat mereka di ruang publik.
Mendorong Pendidikan dan Keterampilan Perempuan
Perjuangan Rohana Kudus untuk emansipasi perempuan tidak hanya melalui tulisan, tetapi juga melalui pendidikan. Ia mendirikan Sekolah Kerajinan Amai Setia (KAS) di Koto Gadang, Sumatera Barat, pada 11 Februari 1911. KAS merupakan institusi pendidikan perempuan yang berhasil mengubah pola pikir dan citra perempuan di masyarakat.
Di KAS, Rohana mengajarkan berbagai keterampilan kepada perempuan, seperti membaca, menulis, berhitung, urusan rumah tangga, agama, akhlak, dan berbagai keterampilan tangan seperti menjahit, menggunting, dan menyulam. Pendekatan pendidikan Rohana mencakup tiga dimensi: kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Rohana meyakini bahwa pendidikan adalah kunci untuk memerdekakan dan memanusiakan kaum perempuan. Ia tidak hanya fokus pada pendidikan formal, tetapi juga pada pengembangan keterampilan praktis yang dapat meningkatkan kemandirian ekonomi perempuan. KAS bahkan berkembang menjadi unit usaha ekonomi perempuan pertama di Minangkabau, memasarkan hasil-hasil kerajinan perempuan Koto Gadang.
Melalui KAS dan Soenting Melajoe, Rohana Kudus berhasil membuka ruang gerak yang lebih luas bagi perempuan. Ia tidak membiarkan perempuan terkubur dalam konstruksi budaya yang tidak adil, melainkan mendorong mereka untuk maju dan berkembang. Perjuangan Rohana Kudus telah memberi teladan dan dampak nyata bagi perkembangan gerakan emansipasi perempuan di Indonesia hingga hari ini.
Kesimpulan
Rohana Kudus memiliki pengaruh yang besar pada perkembangan jurnalisme dan pemberdayaan perempuan di Indonesia awal abad ke-20. Melalui pendirian sekolah Kerajinan Amai Setia dan surat kabar Soenting Melajoe, ia membuka jalan bagi perempuan untuk mendapatkan pendidikan dan menyuarakan pendapat mereka. Upayanya untuk mengajar keterampilan praktis dan mendorong kemandirian ekonomi perempuan mengubah pandangan masyarakat tentang peran perempuan pada masanya.
Warisan Rohana Kudus terus hidup hingga saat ini. Pengakuannya sebagai wartawan perempuan pertama dan pahlawan nasional menunjukkan dampak besar dari perjuangannya. Kisah hidupnya menginspirasi generasi baru untuk terus memperjuangkan kesetaraan dan pemberdayaan perempuan di Indonesia. Rohana Kudus membuktikan bahwa dengan tekad dan kerja keras, seorang perempuan bisa membawa perubahan besar dalam masyarakat.
FAQS
Siapa Rohana Kudus? Rohana Kudus adalah wartawan perempuan pertama di Indonesia dan pejuang emansipasi wanita. Ia lahir di Koto Gadang, Sumatera Barat, dan dikenal sebagai pendiri sekolah Kerajinan Amai Setia serta surat kabar Soenting Melajoe.
Apa kontribusi utama Rohana Kudus dalam bidang jurnalisme? Rohana Kudus mendirikan Soenting Melajoe pada 10 Juli 1912, yang merupakan surat kabar berbahasa Melayu pertama untuk perempuan di Sumatera Barat. Ia juga menjadi pemimpin redaksi dan penulis aktif di surat kabar tersebut.
Bagaimana Rohana Kudus memperjuangkan emansipasi wanita? Rohana Kudus mendirikan Sekolah Kerajinan Amai Setia untuk memberikan pendidikan dan keterampilan kepada perempuan. Melalui tulisan-tulisannya di Soenting Melajoe, ia juga mengangkat isu-isu perempuan dan mendorong kemajuan kaum perempuan.
Apa isi dari surat kabar Soenting Melajoe? Soenting Melajoe memuat beragam tulisan, termasuk artikel tentang pandangan dan gagasan Rohana Kudus, ulasan berita terjemahan dari bahasa Belanda, karya sastra, artikel sejarah, tulisan para kontributor, dan puisi.
Berapa lama Soenting Melajoe terbit? Soenting Melajoe terbit selama sembilan tahun, dari 1912 hingga 1921.
Apa yang dilakukan Rohana Kudus setelah Soenting Melajoe berhenti terbit? Setelah Soenting Melajoe berhenti terbit, Rohana Kudus bekerja sama dengan Satiman Parada Harahap untuk memimpin redaksi koran Perempuan Bergerak. Ia juga mengajar di sekolah Dharma Putra dan menjadi redaktur surat kabar Radio di Padang.
Bagaimana pandangan Rohana Kudus tentang sistem matriakat di Minangkabau? Rohana Kudus berpandangan bahwa sistem matriakat mungkin baik dalam hal warisan, tetapi dari segi kasih sayang tidak boleh ada diskriminasi.
Apa sikap Rohana Kudus terhadap poligami? Rohana Kudus menolak praktik poligami karena dianggap merugikan perempuan dan keluarga.
Apa yang dikritik oleh Rohana Kudus dalam tulisan-tulisannya? Rohana Kudus mengkritik berbagai isu, termasuk praktik pergundikan yang dilakukan orang-orang Belanda terhadap perempuan Indonesia, perlakuan tidak manusiawi terhadap pekerja di Perkebunan Deli, dan eksploitasi buruh perempuan dalam prostitusi.
Kapan Rohana Kudus ditetapkan sebagai pahlawan nasional? Rohana Kudus ditetapkan sebagai pahlawan nasional oleh Presiden Joko Widodo pada 8 November 2019.