Gambar dalam Artikel hanya referensi yang dibuat menggunakan Situs AI

Daftar isi

Maria Walanda Maramis: Pejuang Hak Perempuan dari Sulawesi

Invite your friends to join as an Involve Partner & earn an RM5 bonus for each referral. The more friends you refer, the more rewards you stand to earn. It’s simple and hassle-free!

Maria Walanda Maramis: Pejuang Hak Perempuan dari Sulawesi

Maria Josephine Catherine Maramis, yang lebih dikenal sebagai Maria Walanda Maramis, merupakan sosok penting dalam sejarah perjuangan hak perempuan di Indonesia. Lahir pada 1 Desember 1872 di Kema, sebuah kota pelabuhan kecil di Sulawesi Utara, Maria tumbuh menjadi tokoh yang berpengaruh dalam memajukan pendidikan dan kesetaraan gender di Minahasa dan sekitarnya.

Pada masa kolonial Belanda, hak-hak perempuan sangat terbatas, terutama dalam bidang pendidikan dan politik. Maria Walanda Maramis menyadari pentingnya peran ibu dalam rumah tangga dan masyarakat. Ia melihat bahwa banyak perempuan di Minahasa mengalami penindasan hak-hak mereka, termasuk hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

Kesadaran ini mendorong Maria untuk berjuang demi kemajuan kaum perempuan. Ia aktif menulis opini di surat kabar Tjahaja Siang, menyuarakan pentingnya pendidikan bagi perempuan dan peran mereka dalam masyarakat. Pemikiran-pemikirannya yang progresif membuka mata masyarakat Minahasa terhadap isu-isu kesetaraan gender.

Puncak perjuangan Maria Walanda Maramis terwujud dalam pendirian organisasi PIKAT (Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya) pada 8 Juli 1917. Organisasi ini menjadi wadah bagi perempuan Minahasa untuk saling mengenal, berbagi pengetahuan, dan mempersiapkan masa depan yang lebih baik bagi generasi muda.

Melalui PIKAT, Maria berhasil mendirikan Huishoud School atau Sekolah Rumah Tangga pada tahun 1918. Sekolah ini memberikan pendidikan praktis bagi perempuan, seperti keterampilan memasak, menjahit, dan mengurus rumah tangga. Upaya ini membuka kesempatan bagi perempuan Minahasa untuk mengembangkan diri dan meningkatkan kualitas hidup mereka.

Perjuangan Maria Walanda Maramis tidak hanya terbatas pada bidang pendidikan. Ia juga aktif memperjuangkan hak-hak politik perempuan, termasuk hak untuk memilih dan dipilih dalam pemerintahan. Usahanya berhasil mengubah kebijakan pemerintah Hindia Belanda, yang akhirnya mengizinkan perempuan untuk berpartisipasi dalam pemilihan Minahasa Raad pada tahun 1921.

Masa Kecil dan Latar Belakang

Kelahiran dan Keluarga

Maria Walanda Maramis lahir pada tanggal 1 Desember 1872 di Kema, sebuah desa kecil yang kini berada di Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara. Ia terlahir dalam keluarga Kristen dengan nama lengkap Maria Josephine Catherine Maramis. Orang tuanya adalah Bernadus Maramis dan Sarah Rotinsulu. Maria merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara, dengan kakak perempuan bernama Antje dan kakak laki-laki bernama Andries.

Menariknya, kakak laki-laki Maria, Andries, kelak menjadi ayah dari Alexander Andries Maramis, seorang tokoh yang terlibat dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dan kemudian menjabat sebagai menteri serta duta besar dalam pemerintahan Indonesia di awal kemerdekaan.

Kehilangan Orang Tua

Masa kecil Maria tidak lepas dari cobaan yang berat. Pada usia yang masih sangat muda, yaitu enam tahun, Maria harus menghadapi kenyataan pahit kehilangan kedua orang tuanya. Bernadus Maramis dan Sarah Rotinsulu jatuh sakit dan meninggal dunia dalam waktu yang singkat, meninggalkan Maria dan kedua saudaranya sebagai yatim piatu.

Peristiwa kehilangan orang tua di usia dini ini tentunya memberikan dampak yang mendalam bagi perkembangan kepribadian Maria. Meskipun menghadapi kesulitan, pengalaman ini mungkin turut membentuk ketangguhan dan semangat juang yang kelak menjadi ciri khas Maria Walanda Maramis dalam perjuangannya untuk hak-hak perempuan.

Diasuh oleh Paman

Setelah menjadi yatim piatu, Maria dan saudara-saudaranya tidak dibiarkan hidup tanpa pengasuhan. Paman mereka, Mayor Ezau Rotinsulu, yang saat itu menjabat sebagai kepala distrik di Maumbi, mengambil tanggung jawab untuk mengasuh dan membesarkan Maria beserta saudara-saudaranya.

Mayor Ezau Rotinsulu membawa Maria dan saudara-saudaranya ke Maumbi, tempat ia bertugas sebagai Hukum Besar (sebutan untuk kepala distrik pada masa itu). Di bawah asuhan pamannya, Maria tumbuh dan berkembang di lingkungan yang baru. Pengalaman hidup di Maumbi dan diasuh oleh pamannya yang memiliki posisi penting di masyarakat mungkin turut membentuk pandangan dan pemikiran Maria tentang peran sosial dan tanggung jawab terhadap masyarakat.

Pendidikan dan Pengalaman Awal

Pendidikan Terbatas

Maria Walanda Maramis dan kakak perempuannya bersekolah di Sekolah Melayu di Maumbi. Sekolah ini mengajarkan pengetahuan dasar seperti membaca, menulis, serta sedikit ilmu pengetahuan dan sejarah. Sayangnya, ini menjadi satu-satunya pendidikan formal yang Maria terima. Pada masa itu, perempuan diharapkan untuk menikah dan mengurus rumah tangga, sehingga kesempatan pendidikan mereka sangat terbatas.

Setelah menyelesaikan pendidikan dasar, Maria tidak dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini menimbulkan keprihatinan mendalam dalam hatinya. Ia menyadari adanya diskriminasi terhadap perempuan dalam hal pendidikan, terutama ketika melihat bahwa kakak laki-lakinya, Andries, diizinkan melanjutkan sekolah ke Hoofdenschool di Tondano, sekolah khusus untuk putra para kepala distrik.

Belajar Mandiri

Meskipun tidak dapat melanjutkan pendidikan formal, Maria tidak menyerah. Ia mulai belajar secara mandiri dan mengembangkan keterampilan yang dimilikinya. Maria mengumpulkan beberapa gadis remaja di rumahnya dan mengajari mereka berbagai keterampilan yang ia kuasai. Pendidikan dan keterampilan yang diajarkan Maria sebagian besar diperoleh dari pengalaman hidupnya sendiri.

Setiap hari, Maria belajar secara nyata tentang tata cara menyambut tamu, menyapa tamu, mempersilakan tamu masuk, dan menata rumah tangga. Bibinya juga mengajari Maria dan kakaknya tentang penampilan seorang perempuan yang baik, mulai dari kepala sampai kaki, serta cara merawat tubuh dengan baik.

Perkenalan dengan Keluarga Belanda

Setelah menikah dengan Jozef Frederik Calusung Walanda, seorang guru lulusan Sekolah Pendidikan Guru di Ambon, Maria pindah ke Maumbi. Di sana, ia bertemu dengan keluarga Ten Hove yang tinggal di Maumbi dalam misi Zending. Pertemuan ini memberikan inspirasi baru bagi Maria tentang pendidikan perempuan.

Di rumah keluarga Ten Hove, Maria melihat beberapa perempuan yang diajar berbagai pekerjaan rumah tangga, seperti memasak, mengurus pakaian, memelihara lingkungan rumah, menanam sayur dan rempah, serta tata krama. Pengalaman ini semakin memperkuat tekad Maria untuk memperjuangkan pendidikan bagi perempuan di Minahasa.

Perjuangan Maria tidak berhenti pada dirinya sendiri. Ia juga berjuang agar anak-anaknya, Moetji dan Konda, dapat bersekolah di sekolah Belanda. Meskipun menghadapi penolakan dan hambatan, Maria tetap memberikan semangat dan dorongan kepada anak-anaknya untuk terus bersekolah demi mencapai kemajuan sebagai perempuan.

Pernikahan dan Kehidupan Keluarga

Menikah dengan Yoseph Walanda

Pada usia 19 tahun, Maria Walanda Maramis memasuki babak baru dalam hidupnya. Ia menikah dengan Jozef Frederik Calusung Walanda, seorang guru lulusan Pendidikan Guru di Ambon. Pernikahan mereka dilangsungkan pada 22 Oktober 1891 di rumah gereja di Maumbi, dengan restu dari paman Maria, Mayor Ezau Rotinsulu. Pernikahan ini membuka peluang baru bagi Maria untuk memperluas wawasannya, terutama dalam hal berbahasa Belanda.

Mendidik Anak-anak

Dari pernikahannya dengan Jozef, Maria dikaruniai tiga anak perempuan. Sebagai ibu, Maria sangat memperhatikan pendidikan anak-anaknya. Ia memiliki keyakinan kuat bahwa perempuan memiliki kemampuan yang sama dengan laki-laki dalam menuntut ilmu. Tekad Maria untuk memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anaknya terwujud ketika ia berhasil mengirim dua anaknya untuk bersekolah di sekolah guru di Betawi (Jakarta).

Namun, perjuangan Maria dalam mendidik anak-anaknya tidaklah mudah. Ia menghadapi tantangan besar dari pemerintah Hindia Belanda ketika berusaha memasukkan putri-putrinya ke sekolah berbahasa Belanda. Situasi ini bahkan mengancam posisi suaminya sebagai guru. Meskipun demikian, Maria dan suaminya tetap gigih dalam upaya mereka. Kegigihan ini akhirnya membuahkan hasil ketika anak-anak mereka berhasil diterima di sekolah tersebut.

Dukungan Suami

Meskipun pada awalnya Jozef kurang mendukung misi Maria untuk memberdayakan perempuan, seiring berjalannya waktu ia mulai memahami dan mendukung perjuangan istrinya. Dukungan ini sangat berarti bagi Maria, terutama ketika ia mendirikan organisasi Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunannya (PIKAT) pada 8 Juli 1917.

PIKAT menjadi wadah bagi Maria untuk mewujudkan cita-citanya dalam mendidik kaum perempuan. Melalui organisasi ini, ia mengajarkan berbagai keterampilan rumah tangga seperti memasak, menjahit, merawat bayi, dan pekerjaan tangan lainnya. Salah satu putri Maria, Anna Matuli Walanda, bahkan mengikuti jejak ibunya dengan menjadi guru dan aktif dalam kegiatan PIKAT.

Meskipun kesehatan Maria mulai menurun di usia senjanya, semangatnya untuk memajukan pendidikan perempuan tidak pernah padam. Ia tetap aktif menulis surat kepada cabang-cabang PIKAT dan mengajukan permohonan kepada pemerintah agar organisasinya mendapatkan dukungan untuk kepentingan sekolah yang didirikannya. Perjuangan Maria Walanda Maramis dalam memberdayakan perempuan Minahasa melalui pendidikan telah meninggalkan warisan yang tak ternilai bagi generasi berikutnya.

Mendirikan PIKAT

Latar Belakang Pendirian

Maria Walanda Maramis menyadari bahwa perempuan di Minahasa memiliki kesempatan terbatas untuk mendapatkan pendidikan. Ia ingin melakukan sesuatu yang berguna untuk memajukan nasib para perempuan dan mempersatukan mereka dalam satu wadah. Maria memahami pentingnya pendidikan keterampilan bagi perempuan sebelum berumah tangga agar mereka mampu mendidik anak-anaknya dengan baik.

Untuk mewujudkan cita-citanya, Maria menyadari bahwa ia membutuhkan dukungan dari banyak pihak. Ia berupaya menarik perhatian masyarakat dengan mengikutsertakan ibu-ibu yang berpengaruh, terpelajar, dan dihormati. Dengan tekad yang kuat, Maria berhasil meyakinkan teman-temannya akan cita-citanya tersebut.

Tujuan dan Visi PIKAT

Organisasi Percintaan Ibu terhadap Anak Temurunnya (PIKAT) didirikan oleh Maria Walanda Maramis di Minahasa pada tanggal 8 Juli 1917. Tujuan utama PIKAT adalah untuk mengajar perempuan dengan pendidikan tingkat sekolah dasar tentang berbagai keterampilan rumah tangga, seperti memasak, menjahit, merawat bayi, dan kerajinan tangan.

Visi PIKAT adalah meningkatkan sumber daya perempuan untuk membangun keluarga sejahtera. Sementara misinya adalah melanjutkan cita-cita perjuangan Maria Walanda Maramis dalam meningkatkan sumber daya manusia untuk berpartisipasi mengisi pembangunan bangsa Indonesia.

Perkembangan Awal Organisasi

Setelah PIKAT terbentuk, Maria Walanda Maramis dan rekan-rekannya bekerja keras untuk mewujudkan cita-cita mereka. Pada tanggal 2 Juli 1918, mereka mendirikan sebuah sekolah bernama Huis Houd School (Sekolah Rumah Tangga) PIKAT di Manado. Sekolah ini menampung gadis-gadis yang telah tamat Sekolah Rendah tanpa memandang golongan.

PIKAT berkembang pesat dengan dibukanya cabang-cabang di berbagai wilayah Minahasa, seperti Maumbi, Tondano, dan Motoling. Bahkan, cabang-cabang PIKAT juga dibentuk di Pulau Jawa, termasuk di Batavia, Bogor, Bandung, Cimahi, Magelang, dan Surabaya.

Maria Walanda Maramis terus aktif memimpin dan mengembangkan PIKAT hingga akhir hayatnya pada 22 April 1924. Perjuangannya dalam mendirikan dan mengembangkan PIKAT telah memberikan kontribusi besar bagi kemajuan pendidikan perempuan di Sulawesi Utara dan Indonesia secara keseluruhan.

Perjuangan untuk Hak Perempuan

Pendidikan untuk Perempuan

Maria Walanda Maramis menyadari pentingnya pendidikan bagi kaum perempuan di Minahasa. Ia memahami bahwa pendidikan adalah kunci untuk meningkatkan kualitas hidup dan peran perempuan dalam masyarakat. Melalui organisasi PIKAT yang ia dirikan pada 8 Juli 1917, Maria berupaya memberikan pendidikan praktis kepada perempuan dengan tingkat pendidikan sekolah dasar.

PIKAT mengajarkan berbagai keterampilan rumah tangga seperti memasak, menjahit, merawat bayi, dan kerajinan tangan. Tujuannya adalah mempersiapkan perempuan muda untuk peran mereka sebagai pengasuh keluarga. Pada 2 Juli 1918, Maria dan rekan-rekannya mendirikan Huis Houd School (Sekolah Rumah Tangga) PIKAT di Manado, yang menerima gadis-gadis lulusan Sekolah Rendah tanpa memandang golongan.

Hak Politik Perempuan

Selain pendidikan, Maria Walanda Maramis juga berjuang untuk hak politik perempuan di Minahasa. Ketika Minahasa Raad (Dewan Minahasa) dibentuk pada tahun 1919, hanya laki-laki yang diizinkan menjadi anggota perwakilan. Maria dengan gigih memperjuangkan hak perempuan untuk memilih wakil mereka.

Upaya Maria membuahkan hasil pada tahun 1921, ketika pemerintah Hindia Belanda di Batavia (sekarang Jakarta) akhirnya mengizinkan partisipasi perempuan dalam pemilihan wakil untuk Minahasa Raad. Keputusan ini merupakan langkah penting dalam perjuangan kesetaraan gender di bidang politik di Sulawesi Utara.

Melawan Diskriminasi

Maria Walanda Maramis dikenal sebagai sosok yang berani melawan tradisi yang membatasi peran perempuan. Ia dianggap sebagai pelopor kemajuan dan emansipasi perempuan dalam politik dan pendidikan di Minahasa. Nicholas Graafland, dalam sebuah publikasi Nederlandsche Zendeling Genootschap tahun 1981, menyebut Maria sebagai teladan perempuan Minahasa dengan bakat khusus untuk memperluas pengetahuannya dan kemampuan belajar yang cepat.

Untuk menyuarakan pemikirannya, Maria aktif menulis opini di surat kabar lokal Tjahaja Siang di Manado. Tulisan-tulisannya menekankan pentingnya peran ibu dalam keluarga, termasuk tanggung jawab merawat kesehatan anggota keluarga dan memberikan pendidikan awal bagi anak-anak.

Perjuangan Maria Walanda Maramis dalam melawan diskriminasi dan memperjuangkan hak-hak perempuan di Minahasa telah meninggalkan warisan yang berharga. Upayanya tidak hanya berdampak di Sulawesi Utara, tetapi juga menginspirasi gerakan perempuan di seluruh Indonesia. Hingga saat ini, Maria Walanda Maramis dikenang sebagai simbol pemberdayaan perempuan dan pelopor hak-hak perempuan di Indonesia.

Kesimpulan

Maria Walanda Maramis memiliki pengaruh yang mendalam pada kemajuan hak-hak perempuan di Sulawesi Utara dan seluruh Indonesia. Upayanya untuk memberdayakan perempuan melalui pendidikan dan keterlibatan politik telah membuka jalan bagi generasi perempuan berikutnya. Pendirian PIKAT dan Sekolah Rumah Tangga merupakan langkah penting untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan perempuan, sehingga memungkinkan mereka berperan lebih besar dalam masyarakat.

Warisan Maria tetap hidup hingga saat ini, menginspirasi gerakan perempuan di seluruh negeri. Perjuangannya melawan diskriminasi dan untuk kesetaraan gender telah membentuk landasan bagi kemajuan hak-hak perempuan di Indonesia. Sosoknya yang berani dan berdedikasi dalam memperjuangkan pendidikan dan hak politik perempuan terus dikenang sebagai contoh perjuangan untuk keadilan dan kesetaraan.

FAQS

Berikut adalah beberapa pertanyaan yang sering diajukan tentang Maria Walanda Maramis:

  1. Siapakah Maria Walanda Maramis? Maria Walanda Maramis adalah seorang pejuang hak perempuan dari Sulawesi Utara. Ia lahir pada 1 Desember 1872 di Kema dan dikenal sebagai pelopor pendidikan dan kesetaraan gender di Minahasa.

  2. Apa kontribusi utama Maria Walanda Maramis? Kontribusi utamanya adalah mendirikan organisasi PIKAT (Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya) pada 8 Juli 1917, yang bertujuan untuk memberikan pendidikan keterampilan rumah tangga kepada perempuan Minahasa.

  3. Bagaimana Maria Walanda Maramis memperjuangkan hak perempuan? Ia memperjuangkan hak perempuan melalui pendidikan dan partisipasi politik. Maria mendirikan Huishoud School (Sekolah Rumah Tangga) PIKAT di Manado dan berjuang agar perempuan dapat berpartisipasi dalam pemilihan Minahasa Raad.

  4. Apa tantangan yang dihadapi Maria Walanda Maramis dalam perjuangannya? Maria menghadapi tantangan berupa diskriminasi gender dan kebijakan pemerintah Hindia Belanda yang membatasi akses pendidikan dan partisipasi politik perempuan.

  5. Bagaimana pengaruh Maria Walanda Maramis terhadap gerakan perempuan di Indonesia? Perjuangan Maria menginspirasi gerakan perempuan di seluruh Indonesia dan membuka jalan bagi kemajuan hak-hak perempuan dalam bidang pendidikan dan politik.

  6. Apa yang diajarkan di sekolah yang didirikan Maria Walanda Maramis? Sekolah Rumah Tangga PIKAT mengajarkan keterampilan seperti memasak, menjahit, merawat bayi, dan kerajinan tangan kepada perempuan muda.

  7. Bagaimana Maria Walanda Maramis menyebarkan pemikirannya? Ia aktif menulis opini di surat kabar lokal Tjahaja Siang di Manado untuk menyuarakan pemikirannya tentang pentingnya peran ibu dalam keluarga dan pendidikan perempuan.

  8. Kapan Maria Walanda Maramis meninggal dunia? Maria Walanda Maramis meninggal dunia pada 22 April 1924, namun warisan perjuangannya tetap hidup hingga saat ini.

  9. Apakah Maria Walanda Maramis diakui sebagai Pahlawan Nasional Indonesia? Ya, Maria Walanda Maramis diakui sebagai Pahlawan Nasional Indonesia atas jasanya dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan pendidikan di Sulawesi Utara.

  10. Bagaimana perkembangan PIKAT setelah didirikan oleh Maria Walanda Maramis? PIKAT berkembang pesat dengan dibukanya cabang-cabang di berbagai wilayah Minahasa seperti Maumbi, Tondano, dan Motoling, bahkan hingga ke Pulau Jawa termasuk Batavia, Bogor, Bandung, Cimahi, Magelang, dan Surabaya.

Invite your friends to join as an Involve Partner & earn an RM5 bonus for each referral. The more friends you refer, the more rewards you stand to earn. It’s simple and hassle-free!

Posting Komentar

Involve Asia Publisher referral program (CPA)
Involve Asia Publisher referral program (CPA)